
Pemerintah berencana menghentikan operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam kurun waktu 15 tahun mendatang. Rencananya, ada 13 PLTU yang akan ‘disuntik mati’ pada 2030 dan salah satunya akan lebih cepat, yakni 2028.
Namun pada kenyataannya, Indonesia dinilai masih membutuhkan PLTU untuk memenuhi kebutuhan energi. Wakil Ketua Komisi XII DPR, Sugeng Suparwoto menilai, PLTU bisa tetap digunakan dengan mengurangi emisinya. Dengan begitu energi fosil tetap dipakai di tengah masifnya transisi energi, namun dengan emisi yang lebih rendah.
“Maka PLTU kita jangan di-shutdown, tapi tekan emisinya,” tegasnya dalam acara Special Dialogue Swasembada Energi CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi dari PLTU adalah teknologi CCS (carbon capture storage/penyimpanan karbon). Teknologi ini telah berhasil diterapkan di Lapangan Jatibarang yang dikelola PT Pertamina EP.
“CCS jika berhasil bisa jadi recovery factory bisa sampai 100% di Jatibarang,” katanya.
Dia melanjutkan, dalam upaya transisi energi yang lebih berkelanjutan adalah melalui upaya bauran energi. Dengan begitu, penggunaan energi fosil tidak bisa dihilangkan sepenuhnya.
“Di Komisi XII kebijakan energi sudah dituntaskan dengan menyesuaikan target pemerintah sekarang,” ujar Sugeng.
Perlu diketahui, teknologi CCS bisa dilakukan untuk mengurangi emisi karbon dari operasional PLTU. CCS/CCUS merupakan teknologi inovatif yang dapat membantu mengurangi emisi gas buang CO2 ke atmosfer. Teknologi ini bekerja dengan cara memisahkan dan menangkap emisi karbon, kemudian menyimpannya dalam berbagai bentuk penyimpanan.