
Pemerintah bersama DPR RI tengah melakukan pembahasan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan adalah pemberian ‘jatah’ Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada kampus.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlaturl Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf buka suara mengenai hal ini. Ia mengaku belum mengetahui kejelasan RUU ini karena masih dalam tahap pembahasan. Namun ia setuju ini untuk kemaslahatan masyarakat.
“Kita kan belum tahu RUU-nya seperti apa. Kita tunggu saja. Kita serahkan yang punya wewenang soal ini. Itu parlemen dan pemerintah. Silahkan saja, jadi perinsipnya apapun agenda untuk kemaslahatan masyarakat, kewajiban NU untuk mendukung dan berkontribusi,” kata pria yang kerap disapa Gus Yahya, di Kompleks Istana, Senin (3/2/2025).
Namun terkait kebijakan nanti seperti apa itu diserahkan kepada pemerintah, dan DPR RI.
“Kami belum tahu bagaimana isinya, tapi nanti kita lihat saja, kan itu DPR juga mengundang NU untuk diskusi soal itu, dan saya kira nanti ke depan juga masih ada lagi diskusi-diskusi bersama,” katanya.
Diketahui PBNU memiliki Lembaga Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU) yang bertugas mengembangkan pendidikan tinggi di bawah naungan PBNU. Setidaknya ada puluhan perguruan tinggi yang terafiliasi dengan PBNU di berbagai provinsi di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Gus Yahya juga mengabarkan sampai saat ini masih mencari investor untuk mengelola konsensi tambang ormas keagamaan yang diberikan oleh pemerintah.
“Masih dalam proses. Masih sedang bicara sana – sini,” katanya.
Diketahui PBNU sudah membentuk badan usaha untuk mengelola jatah tambang batu bara yang diberikan pemerintah, yang dinamakan PT Berkah Usaha Muamalah Nusantara (PT BUMN). Badan usaha ini nantinya akan mengelola tambang eks PT Kaltim Prima Coal (KPC), dengan luas lahan mencapai 26 ribu hektare.