Pasar beras global saat ini sedang menunjukkan tanda-tanda kelebihan pasokan terutama di beberapa negara produsen utama seperti India dan Thailand. Harga beras juga sudah jauh melandai.
Meski secara global produksi beras masih mencukupi, beberapa negara produsen utama mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, dan Indonesia sendiri menghadapi tantangan produksi akibat fenomena El Niño yang memperparah kekeringan.
Angka-angka dari USDA mengisyaratkan bahwa pasar beras global seharusnya cukup pasokan untuk tahun 2024, walaupun produksi mengalami sedikit penurunan di beberapa negara akibat faktor cuaca yang ekstrem.
Kondisi Beras di Indonesia Tahun 2024
Pada 2024, Indonesia menghadapi penurunan produksi yang cukup signifikan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras di Indonesia tahun ini diproyeksikan sekitar 30,34 juta ton, turun sekitar 2,43% atau 760.000 ton dari tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh mundurnya masa tanam akibat kekeringan parah yang disebabkan oleh El Niño, yang mengakibatkan tertundanya panen raya hingga pertengahan 2024.
Untuk mengatasi potensi defisit ini, pemerintah mengimpor hampir 3 juta ton beras sepanjang 2024 dari beberapa negara seperti Thailand, Vietnam, dan Myanmar. Direktur Utama Bulog, Wahyu Suparyono, menyebutkan bahwa jumlah impor ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta menjaga stabilitas harga beras di pasar domestik.
Pada 2025, Indonesia optimis tidak memerlukan impor besar-besaran. Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa Indonesia mungkin hanya membutuhkan sedikit impor jika produksi domestik dapat ditingkatkan. Pemerintah berencana membuka lahan baru hingga 1 juta hektare di wilayah Papua dan meningkatkan indeks pertanaman sehingga sawah dapat ditanami lebih dari satu kali dalam setahun.
Pemerintah juga menambah kuota pupuk subsidi dan mempercepat distribusinya agar dapat mendukung produksi lokal yang lebih tinggi. Dengan demikian, kebutuhan beras diproyeksikan akan terpenuhi dari produksi dalam negeri pada 2025, dengan sedikit impor yang hanya sebagai cadangan atau untuk memenuhi kebutuhan mendesak.
Dalami kondisi ini, Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai langkah mitigasi. Menurut Kepala Biro Humas Kementerian Pertanian, M. Arief Cahyono, pihaknya mengoptimalkan sumber air melalui pompanisasi, dan mempercepat distribusi pupuk bersubsidi yang ditingkatkan dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton di 2024 . Selain itu, untsi defisit di awal tahun, Bulog melakukan impor besar mencapai hampir 3 juta ton, terutama dari Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Pakistan, sebagai langkah antisipasi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Secara global, pasar beras menunjukkan kondisi over-supply yang membuat harga stabil meski ada beberapa tantangan dari sisi produksi akibat perubahan iklim.
Namun, di Indonesia, 2024 menjadi tahun yang penuh tantangan dengan adanya penurunan produksi beras, yang membuat impor beras mencapai hampir 3 juta ton. Namun, dengan berbagai langkah antisipasi yang dilakukan pemerintah, diharapkan pada 2025, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan impor secara signifikan, bahkan mungkin tidak akan memerlukan impor beras dalam jumlah besar.