Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, menyimpan potensi ekonomi biru yang sangat besar. Dengan luas laut mencapai 6,4 juta kilometer persegi dan 17.000 pulau, sebanyak 62% wilayah Indonesia terdiri atas perairan.
Namun, potensi besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Sejarah kejayaan maritim nusantara, mulai dari seni berlayar dan membuat kapal pinisi di Sulawesi serta kejayaan pelayaran Sriwijaya dan Majapahit, menunjukkan bahwa laut pernah menjadi tulang punggung kekuatan ekonomi dan politik Indonesia. Sayangnya, orientasi kebijakan yang terlalu darat-sentris setelah masa kolonial mengakibatkan sektor maritim terpinggirkan.
Pada 2045 pemerintah Indonesia memiliki target ambisius: sektor ekonomi biru diharapkan menyumbang hingga 15% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), setara dengan US$ 7,4 triliun hingga US$ 9,8 triliun. Target ini bukanlah hal mustahil, tetapi diperlukan strategi pengelolaan yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Belajar dari Norwegia dan China, dua negara dengan keberhasilan besar di sektor maritim, Indonesia dapat merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif. Norwegia memanfaatkan pendekatan klasterisasi dan penguatan rantai pasok maritim, sementara China memprioritaskan investasi besar-besaran melalui inisiatif Jalur Sutra Maritim atau yang kita kenal China’s Maritime Silk Road.
Lalu, bagaimana Indonesia dapat memperkuat ekonomi birunya?
Tantangan Besar Sektor Maritim
Kontribusi sektor maritim terhadap PDB Indonesia masih rendah, hanya sekitar rata 7,8% selama 10 tahun terakhir, meskipun laut menyediakan peluang besar. Sebagian besar aktivitas ekonomi maritim Indonesia masih terfokus pada perikanan, yang menyumbang 29% dari total PDB maritim.
Ketergantungan ini membawa risiko besar, seperti eksploitasi berlebihan dan praktik perikanan ilegal, yang merugikan Indonesia hingga US$ 201 juta per tahun antara 2013-2018. Selain itu, sektor energi lepas pantai juga turut menyumbang 25% terhadap PDB maritim, tetapi aktivitas ini rentan terhadap dampak lingkungan, seperti polusi laut dan kerusakan ekosistem.