Subsidi Pada Harga Barang Rentan Tidak Tepat Sasaran

Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development INDEF Abra El Talattov menyoroti mekanisme penyaluran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia yang selama ini dinilai masih belum tepat sasaran.

Menurut dia, kebijakan subsidi yang berbasis pada barang, yakni untuk menutupi selisih harga keekonomian dengan harga jual BBM, lebih rentan terhadap kebocoran. Sekalipun ada pengetatan pembelian BBM, praktik di lapangan masih memungkinkan terjadinya penyalahgunaan.

“Persoalan mengenai masih terjadinya kebocoran BBM bersubsidi meskipun sudah ada kriteria atau pembatasan per konsumen tetapi ini sebetulnya secara fundamental terjadi karena pilihan kebijakan subsidi BBM kita adalah subsidi harga, bukan subsidi langsung,” kata Abra dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Rabu (25/9/2024).

Abra pun menekankan bahwa Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi seharusnya mendorong penerapan harga energi yang berkeadilan.

Adapun, untuk mencapai keadilan tersebut, ia berpendapat mekanisme subsidi harus diubah dari subsidi harga menjadi subsidi langsung kepada individu atau rumah tangga yang memang layak. Misalnya, dengan memvalidasi data berdasarkan kategori desil 1 hingga 6, yang mencakup kelompok masyarakat paling membutuhkan.

“Jadi ini menutup celah terjadinya kebocoran BBM bersubsidi, memang harus ada keberanian oleh pemerintah untuk mengubah secara drastis mekanisme subsidi harga menjadi subsidi langsung terhadap individu maupun rumah tangga jadi nanti harga yang beredar, harga di pasar atau di SPBU itu adalah harga keekonomian,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai bahwa melalui cara ini akan memberikan ruang bagi SPBU, termasuk Pertamina dan pesaingnya untuk menawarkan harga BBM yang lebih kompetitif.

Dengan demikian, masyarakat dapat memilih BBM berdasarkan kualitas dan harga yang wajar. Sementara mereka yang layak menerima BBM subsidi akan mendapatkan potongan langsung dari harga jual.

“Jadi masyarakat juga diberikan pilihan yang lebih fair mengenai kualitas BBM dan dengan harga yang real, yang memang bisa diakses oleh masyarakat sedangkan masyarakat yang tadinya mendapatkan subsidi langsung mereka bisa mendapatkan potongan dari harga jual dipotong subsidi yang mereka terima,” kata Abra.

Seperti diketahui, pemerintah sempat berencana untuk memperketat kriteria pengguna BBM subsidi agar lebih tepat sasaran. Semula ini diharapkan bisa berjalan pada 1 September, lalu mundur ke 1 Oktober. Namun terbaru, pemerintah mengisyaratkan bahwa kebijakan kriteria baru pengguna BBM subsidi ini tak akan dijalankan mulai 1 Oktober 2024.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sempat meminta agar anggota kabinetnya tidak mengeluarkan kebijakan yang ekstrem jelang pergantian pemerintahan.

Dalam Sidang Kabinet Paripurna terakhir pada Jumat (13/09/2024) di IKN, Kalimantan Timur, Presiden Jokowi meminta kepada para Menteri Kabinet Indonesia maju untuk tidak membuat kebijakan-kebijakan yang ekstrem, khususnya yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Jokowi meminta untuk menjaga situasi yang kondusif demi stabilitas untuk tetap tumbuh dalam melakukan pembangunan. Hal ini untuk memastikan untuk tidak ada riak-riak gejolak sampai pada pemerintahan berikutnya atau dalam hal ini pemerintahan Presiden RI terpilih Prabowo Subianto.

“Artinya kita harus bisa menjaga daya beli masyarakat, jaga inflasi, jaga pertumbuhan, jaga keamanan, jaga ketertiban, dan jangan membuat kebijakan2 yang ekstrim terutama yang berkaitan dalam hajat orang banyak, yang berpotensi merugikan masyarakat luas, yang berpotensi menimbulkan gejolak,” ungkap Jokowi di Sidang Kabinet Paripurna terakhir di IKN, Jumat (13/9/2024).

kas138

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*