Fenomena unik dan langka terjadi di Korea Utara (Korut). Dalam sebuah pidato baru-baru ini, Kim Jong Un kedapatan menyampaikan pidato dengan bahasa dan gaya penyampaian yang mirip dengan rival nomor satunya, Korea Selatan (Korsel).
Mengutip Radio Free Asia, Senin (19/8/2024), pada awal bulan ini di sebuah momen bersama warga korban banjir Sungai Yalu, Kim menyebut mereka sebagai sesama ‘warga negara’ dan bukan ‘kawan’, sebagaimana istilah komunis. Ia juga menyebut korban banjir yang lebih tua sebagai ‘tetua’ dan bukan ‘senior’ atau ‘kakek-nenek yang dihormati’.
Ia juga menyingkat ‘televisi’ menjadi ‘TV’ yang lebih terdengar seperti di Amerika Serikat (AS) dan Korsel, bukan dengan istilah ‘terebi’ yang lebih umum di Korut. Ia juga memberi tahu para korban bahwa mereka ‘menempuh medan yang berat’ dan bukan ekspresi yang lebih khas Korut seperti ‘situasi yang sulit dan melelahkan’.
“Orang-orang lebih terkejut dengan cara Kim Jong Un menggunakan kata-kata Korsel dalam pidatonya daripada isi pidatonya sendiri,” kata salah seorang warga.
Warga lainnya juga menyoroti penemuan kata-kata Korsel dalam pidato Kim Jong Un. Ini seperti menggunakan istilah ‘pasien medis’, menyebut minuman sebagai ‘minuman’ dan bukan ‘air’ sebagaimana lazimnya di Pyongyang.
“Jika orang lain menulis pidato seperti ini, apakah mereka dapat menggunakan kata-kata seperti itu tanpa persetujuan Kim Jong Un?,” kata warga lainnya.
“Tidak masuk akal untuk memberi tahu orang-orang agar berbicara seperti orang Pyongyang sementara dia sendiri berbicara seperti orang Korea Selatan secara terbuka.”
Kejadian ini terjadi saat Pyongyang secara teratur menghukum pengguna bahasa gaul Korsel, yang lazimnya dikenal warga Korut melalui tayangan drama Korsel yang didapatkan secara ilegal. Korut menyebut penggunaan bahasa Korsel sebagai ‘anti-sosialis’ dan pengaruh kapitalis yang buruk.
Sejak mengadopsi Undang-Undang Pemikiran dan Budaya Anti-reaksioner pada tahun 2020, yang berupaya untuk memberantas pengaruh asing dan kapitalis yang ‘bermusuhan’ pada budaya Korut , pihak berwenang Negeri Kim Jong Un itu pada dasarnya melarang berbicara “seperti orang Korsel.
Pada bulan Januari 2023, Korut mengkodifikasikan hal ini dengan mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Bahasa Budaya Pyongyang, yang mendefinisikan dialek Korea Pyongyang sebagai bahasa standar. Mereka juga melarang penggunaan apa yang disebut ‘kata-kata boneka’ yang ‘benar-benar kehilangan dasar bahasa Korea karena Westernisasi, Japanifikasi, dan karakterisasi Cina’.
Konsekuensi buruk dapat mendera para pelanggar aturan ini. Dalam kasus yang paling serius, pelanggar dapat dikirim untuk bekerja di tambang batu bara atau kamp penjara hanya karena mengirim pesan teks menggunakan bahasa gaul Korsel atau menggunakan istilah sayang yang lebih umum di Seoul daripada di Pyongyang.