Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan hari ini (12/8/2024). Hal ini terjadi karena adanya prediksi indeks harga konsumen (IHK) AS secara bulanan (month on month/MoM) mengalami kenaikan.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di harga Rp15.950/US$ melemah 0,19% dari harga closing pekan lalu (9/8/2024). Pelemahan ini merupakan rekor terbesar setidaknya sejak 26 Juli 2024.
Sementara, indeks dolar AS (DXY) mengalami penguatan sebesar 0,05% ke level 103,186 Angka ini terpaut tipis dari posisi closing pekan lalu di angka 103,135.
Pelemahan rupiah ini merupakan dampak dari tekanan DXY yang menguat akibat prediksi kenaikan inflasi bulanan AS.
Dilansir dari Trading Economics, prediksi konsensus inflasi bulanan AS akan naik menjadi 0,2% setelah sebelumnya mengalami deflasi 0,1% MoM. Sedangkan untuk inflasi intinya naik dari 0,1% menjadi 0,2% MoM.
Inflasi tahunan AS berbanding terbalik dengan inflasi bulanannya. Inflasi tahunan AS diprediksi melandai menjadi 2,9% setelah sebelumnya berada di 3% year on year/YoY. Untuk inflasi intinya juga melandai dari 3,3% menjadi 3,2% YoY.
Hal tersebut penting diperhatikan karena akan memengaruhi probabilitas pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed). Semakin landai pergerakan inflasi AS maka akan semakin besar kemungkinan terjadi pemangkasan suku bunga pada pertemuan September nanti.
Sedangkan untuk sentimen dalam negeri, masyarakat khususnya pengamat ekonomi sedang dalam posisi wait and see menunggu hasil Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
RAPBN yang akan dilaksanakan pada Jum’at (16/8/2024) akan menentukan arah perekonomian negara ke depannya. Berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya di mana RAPBN untuk presiden berikutnya biasanya hanya bersifat baseline maka RAPBN 2025 diperkirakan sudah merumuskan kebijakan Prabowo.