Mobil otomatis tanpa sopir mulai ramai lalu-lalang di jalanan Amerika Serikat (AS). Perusahaan transportasi online ramai mengadopsi taksi otomatis (robotaxi) yang dikhawatirkan akan membawa petakan ‘kiamat’ driver online.
Namun, respons masyarakat terhadap robotaxi masih beragam. Hampir dua per tiga warga AS mengatakan tak mau menumpangi robotaxi, menurut survei dari Pew Research.
Masyarakat perkotaan yang belum pernah merasakan naik robotaxi mengaku ragu karena tidak familiar dengan teknologi tersebut.
Sementara itu, masyarakat perkotaan yang sudah sering melihat mobil otomatis mengatakan cemas karena banyaknya kasus kecelakaan robotaxi. Misalnya seperti yang terjadi pada Cruise milik GM.
Kini, Tesla jadi perusahaan yang paling menggembar-gemborkan teknologi pengemudi tanpa awak setelah bertahun-tahun menjanjikan robotaxi miliknya yang hingga kini belum terwujud.
Teknologi pengemudi otomatis milik Tesla yang masih membutuhkan supervisi manusia telah mendulang banyak protes dan gugatan karena ratusan kecelakaan yang disebabkan.
Pakar menyebut presentasi gemilang dari CEO Elon Musk soal masa depan robotaxi tak mampu menjamin keamanan layanan tersebut.
Saat ini, Waymo milik Alphabet menjadi pemain dominan pasar robotaxi di AS. Waymo mengklaim telah mencatat perjalanan 22 juta mil dengan kendaraan tanpa awak.
Area pengoprasian Waymo di San Francisco, Los Angeles, Phoenix, dan Austin, mencatat pertumbuhan pengguna yang signifikan hanya dalam waktu beberapa bulan.
Waymo juga mampu membangun reputasi yang positif dengan data yang menyebut mobil otomatisnya lebih aman ketimbang mobil dengan sopir manusia, dikutip dari CNBC International, Selasa (8/10/2024).
Amazon mengatakan siap meluncurkan mobil otomatis Zoox. Sementara Cruise siap kembali ke jalan setelah operasinya ditangguhkan pasca kecelakaan 2023 silam.
Wall Street menyambut positif era pengemudi tanpa awak. Salah satu analis mengatakan jika bukan tahun AI-generatif, maka 2024 menjadi tahun robotaxi.
Dengan pertumbuhan pasar robotaxi, salah satu perdebatan yang muncul adalah apakah layanan transportasi online tradisional akan bertahan.
Robotaxi membuat masyarakat bertanya apakah masih perlu memesan tumpangan dari Uber atau Lyft, berbicara dengan sopir asing, dan pada akhirnya memberikan tip.
Apakah alternatif memesan mobil tanpa awak, tak harus bicara, dan tanpa memberikan tip menjadi lebih efisien dan nyaman.
Menanggapi tren ini, Uber juga sudah mulai membuat kesepakatan dengan perusahaan pembuat robotaxi. Namun, tak jelas berapa lama kemitraan itu akan berlangsung.
Inovasi taksi otomatis atau robotaxi ini belum sampai ke Indonesia. Masyarakat masih pelan-pelan beralih ke mobil listrik, namun belum ada regulasi yang mengatur soal kendaraan otomatis secara penuh.
Namun, jika tren yang sudah dimulai di China dan AS ini pada akhirnya akan tiba di Indonesia, tampaknya penyelenggara transportasi online dan taksi tradisional harus mulai bersiap-siap beradaptasi.